Minggu, 04 November 2012

KAKAO : Primadona Parigi Moutong Yang Kian Redup.

Parigi Moutong selama ini di kenal sebagai salah satu wilayah Kabupaten yang menjadi sentra produksi Kakao (Theobroma cacao) terbesar di propinsi Sulawesi Tengah, bahkan di Indonesia. Di era 1990 hingga 2010, petani kakao di wilayah ini merupakan motor utama kebangkitan ekonomi Sulawesi Tengah. Hingga saat ini komoditi kakao masih merupakan komoditi primadona bagi para petani di sektor perkebunan, khususnya bagi petani di kabupaten Parigi Moutong.
Krisis ekonomi Indonesia di 1998, menjadi salah satu faktor yang berandil atas peningkatan Pamor kakao sebagai satu komoditi unggulan bagi petani di wilayah ini. Hal ini terbukti ketika resesi ekonomi 1998, para petani kakao mendapat benefit yang luar biasa  dari hasil produksi kakao mereka. Ini di sebabkan karena kakao merupakan komoditi yang sangat di butuhkan di dunia, dimana pabrikan kakao di seluruh dunia tetap membutuhkan pasokan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan konsumennya meskipun ekonomi Indonesia mengalami goncangan. Itu sebabnya para petani kakao tidak merasakan dampak serius dari resesi ekonomi yang di alami oleh Indonesia. Hal ini memberi gambaran kepada kita, betapa kakao merupakan komoditi yang sangat dan tetap di cari, kecuali tak ada lagi orang yang mengkonsumsi barang olahan yang berbahan baku kakao. Berdasarkan telaah tersebut, maka tak salah bila masyarakat petani di wilayah kabupaten Parigi Moutong menjadikan kakao sebagai sandaran percepatan perbaikan dan peningkatan perekonomian keluarga mereka.
Seiring berjalannya waktu, pamor benderang sang primadona di wilayah ini nampak kian meredup. Penurunan pamor primadona ini bukanlah di sebabkan karena tingkat kebutuhan dunia akan bahan baku ini mulai menurun, tidak pula karena jumlah orang yang mengkonsumsi hasil olahan kakao semakin berkurang (justru cenderung meningkat), tetapi penurunan popularitas komoditi ini di tingkat petani di sebabkan oleh faktor penurunan tingkat produktifitas tanaman ini.
Beberapa faktor yang berpengaruh besar terhadap penurunan tingkat produktivitas tanaman kakao ini sesuai hasil amatan di lapangan oleh penulis, antara lain di sebabkan oleh ;
a. Tingkat Serangan Hama dan Penyakit (OPT) yang tinggi.
b. Usia Tanaman.
c. Pola Budidaya yang masih tradisional.
d. Krisis Hara Tanah pada lokasi perkebunan.
e. Perubahan iklim global.
 f. Fluktuasi Harga Kakao.
Serangan hama dan penyakit, seperti; PBK (Penggerek Buah Kakao), Kangker Batang, Busuk Buah (Jamur Phytopthora), Penggerek Batang; pada tanaman kakao, memiliki peran besar terhadap penurunan produktivitas, di samping faktor usia tanaman serta kondisi tanah kebun telah miskin hara. Riset yang di lakukan oleh para ahli mengidentifikasi akibat dari serangan hama dan penyakit ini, misalnya;  Serangan hama PBK mengakibatkan tingkat penurunan produksi hingga 80 %. Belum lagi serangan VSD (Vascullar Streak Die Back), yang menyerang system jaringan tanaman kakao,  yang pada tingkat serangan stadium tertentu menyebabkan petani harus melakukan penebangan terhadap tanaman kakaonya. Serangan penyakit ini telah teridentifikasi hampir di seluruh sentra produksi kakao di kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.
Hasil panen yang kian menurun, serta harga jual yang rendah, sementara biaya produksi kian tinggi karena harga kebutuhan kebun yang melambung, menghasilkan margin yang relatif sangat kecil, bila tidak ingin di sebut MERUGI. Akibatnya, KESEMPATAN
petani untuk membenahi ekonomi dan meningkatkan taraf hidup mereka SEMAKIN MENJAUH.  Tentu saja hal ini membawa dampak terhadap ANIMO masyarakat petani di bidang budi daya kakao.
Pemerintah harus lebih fokus dalam menyikapi kondisi ini, khususnya pemerintah kabupaten Parigi Moutong, demikian pula para aktivis dan pemerhati perkakaoan baik nasional maupun daerah, bersama-sama petani harus berpadu mencari solusi dalam mengantisipasi kondisi ini. Sementara PROGRAM GERNAS PRO KAKAO yang di luncurkan pemerintah dengan harapan dapat mengembalikan kondisi dan produktivitas kakao Indonesia khususnya Kabupaten Parigi Moutong, JUMLAHnyapun masih sangat TERBATAS, yaitu baru mencapai 16,88 % dari total kebun kakao rakyat di wilayah ini untuk ke 3 bentuk program di lapangan.
Bila kondisi ini terus terjadi dan tidak mendapat perhatian serius dari pihak-pihak terkait, sangat mungkin para petani akan melirik komoditas lain yang mengakibatkan  Parigi Moutong yang di kenal sebagai Produsen kakao terbesar di Indonesia tinggallah SEBUAH KENANGAN.

1 komentar: